Gempa Padang, 30 September 2009
Gempa Padang 30 September 2009
Nama ku Imel, pada saat SMA aku sekolah di SMA Baiturrahmah Padang. Di Padang aku kost dengan 3 orang kakak ku. Kak Nana, kak Ami, dan kak Eja, kami berasal dari Riau dan menuntut ilmu di kota Padang. Kak Nana kerja di Media Cetak Padang Ekspress, sementara kak Ami dan kak Eja kuliah di Universitas Putra Indonesia (UPI).
Seperti biasa pagi itu tepat pukul 06:30 WIB aku berangkat dari kost ke sekolah menggunakan motor. Tidak ada yang aneh ataupun tanda-tanda akan terjadi sesuatu di kota ini. Datang ke sekolah, belajar, bercanda dan bermain bersama teman-teman, hingga akhirnya pukul 14:00 bell tanda pulang pun berbunyi. Aku pun pulang ke kost dan istirahat karena kelelahan. Tapi entah kenapa, di kost aku merasakan sesuatu yang berbeda, suasana yang tidak nyaman dan merasa kesepian. Karena merasa tidak enak hati, akupun menelepon kak Eja yang sedang dikampus untuk segera pulang, awalnya kakak ku menolak untuk pulang karena masih ada kuliah, namun aku tetap memaksa kakak ku untuk pulang ke kost. Akhirnya kakak ku pun pulang, dan ketika kakak ku tiba di kost, aku pun mengajak kakak ke warnet. Kami ke warnet pukul 16:00, dan anehnya aku ingin ke warnet yang jauh dari kost, kami pun pergi ke warnet yang lumayan jauh kira-kira 30 menit dari kost ku. Tibalah kami di warnet, sebelum masuk kedalam aku sempat bicara dengan kakak bahwa aku ingin sekali masuk bimbel di Quantum, tepatnya berada di sebelah warnet. Aku pun memandang lama tempat bimbel itu dan kemudian masuk kedalam warnet.
Baru beberapa menit aku browsing dan buka facebook, tiba-tiba ada getaran kecil, dan getaran itu semakin besar. Ya, itu gempa ! seketika itu orang-orang yang berada didalam berhamburan keluar berusaha menyelamatkan diri, karena aku yang berada didekat pintu keluar aku pun berusaha untuk membuka pintu warnet, namun pintu itu tidak bisa dibuka, semua orang panik dan tiba-tiba ada cowok yang bisa membuka pintu itu. Aku pun lari keluar karena takut bangunan berlantai dua itu runtuh. Getaran pun semakin kuat, seketika itu ada sebuah bongkahan batu bata yang jatuh dari atas bangunan warnet, untung lah aku bisa menghindar, jika tidak mungkin kepala ku sudah bocor. Aku terus berlari keluar mejauhi gedung dan berlari ke arah Quantum, tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang sangat kuat dan dalam hitungan detik, didepan mataku bangunan Quantum berlantai tiga itu roboh dan hancur berkeping-keping, semua orang berteriak histeris, bahkan banyak sekali orang-orang yang tergeletak dijalanan, pingsan, suasana mencekam namun gempa belum juga berhenti. Aku kehilangan arah, harus kemana aku lari pada saat itu, dan aku baru sadar kalau aku terpisah dengan kak Eja. Aku pun menangis, untunglah ada seorang polisi yang menenangkan ku hingga akhirnya aku bertemu kembali dengan kakak. Kami berusaha untuk berlari menjauhi tempat kami berdiri karena disitu area yang dekat dengan pantai, takut terjadi Tsunami. Aku ingat dengan kak Nana dan kak Ami, dimana mereka sekarang ? itu yang ada dibenakku. Aku berusaha untuk menelepon mereka tapi signal pada saat itu SOS. Kami pun terus berlari tanpa lelah hingga akhirnya aku sampai didepan kantor Padang Ekspress tempat kak Nana bekerja, aku lemas dan menangis ketika melihat keadaan kantor yang sudah tidak berbentuk itu, dan aku bertanya kepada satpam yang kebetulan ada disana, dia bilang kalau kak Nana sudah pulang dan tidak terjadi apa-apa dengannya. Aku sedikit lega, terus berlari menuju kost, sepanjang jalan aku melihat orang-orang yang tergeletak dipinggiran jalan dengan kondisi yang penuh darah, aku pun tak sanggup melihatnya, hampir semua bangunan disepanjang jalan hancur tak berbentuk. Hari pun semakin gelap, sedikit lagi kami tiba di kostan dan terus berlari. Tidak terasa 1 jam sudah kami berjalan kaki dari warnet menuju kost, dan anehnya kaki ku sedikitpun tidak merasa capek.
Tibalah kami di kost, aku kaget dan kembali lemas karena melihat kondisi kost ku yang hancur, dan disana ada kak Nana, untunglah keadaan nya baik-baik saja.. “Ami mana??” Tanya kak Nana, aku kembali menangis karena tak tau dimana keberadaan kak Ami. Mencoba untuk menghubungi HP nya, namun sia-sia karena signal belum berfungsi. Kami berinisiatif untuk pergi ke kampus UPI, karena sebelumnya kami pernah kompromi jika suatu saat terjadi gempa, kita ketemuan di kampus. Aku dan kak Eja kembali berjalan kaki menuju kampus, sedangkan kak Nana pergi dengan motornya. Setelah 20 menit berjalan, kami tiba di kampus, sementara kak Nana masih di perjalanan karena jalanan pada saat itu sangat macet dan tiba dikampus 20 menit kemudian. Kami bertiga tetap menunggu kak Ami, hari sudah gelap, lampu-lampu jalan tidak ada yang menyala karena semua listrik di kota Padang mati total, dan sudah menunjukkan pukul 19:00, belum ada kabar dari kakak ku yang satu ini, kami semakin gelisah. Baterai hp pun tinggal 30%, kami hampir kehilangan arah, aku tau orang tua dan keluarga ku pasti sangat khawatir tapi mereka tidak bisa menghubungi kami yang ada di Padang. Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya pukul 21:00 kami bertemu dengan kak Ami, wajahnya sangat pucat, dan kelelahan tapi syukurlah dia baik-baik saja, dan kami sangat bersyukur karena bisa berkumpul lagi. Malam itu kami kebingungan, harus tidur dimana?? Sementara kost kami hancur. Sepanjang jalan memang banyak warga yang tidur dengan menggunakan alas dan selimut seadanya. Akhirnya kami memutuskan untuk balik ke kost malam itu. Kak Ami dan kak Nana pergi dengan motor, aku dan kak Eja pergi dengan angkot, untunglah malam itu ada angkot yang masih beroperasi. Kami pun tiba di kost, dan ternyata ada tetangga kost yang mau menampung kami untuk tidur dirumahnya. Kami sangat bersyukur sekali. Tapi kami bertiga tidak bisa tidur, karena gempa susulan masih terjadi meskipun dengan skala kecil, tiba-tiba hp ku berdering, telpon dari Mama ! aku sangat gembira, segera menjawab telpon dari Mama, diseberang sana Mama menanyakan keadaan kami, dan menangis, kami berusaha untuk menenangkan Mama, dan bilang kami baik-baik saja disini. Belum puas ngobrol, telpon pun putus, signal kembali SOS. Sepanjang malam terdengar suara sirine ambulance, mungkin mereka lalu-lalang membawa korban gempa. Aku pun tidak bisa tidur karena takut. Hingga pukul 03:00 aku tertidur dan bangun pukul 07:00.
Perut kami pun keroncongan, kelaparan karena dari kemarin sore tidak makan. Dan kembali kami bersyukur karena ibu yang punya rumah mengajak kami makan bersama. Pagi itu kami melihat-lihat suasana disekitar kost, keadaan benar-benar parah. Semua rumah hancur, kebetulan kost ku dekat dengan kantor PMI, disana banyak sekali kantong mayat, bahkan ada mayat yang hanya di tutupi Koran. Kami kembali ke rumah, signal pun sudah mulai baik, dan setiap menit mama dan keluarga menelepon kami karena mereka sangat khawatir dengan keadaan kami.
Keesokan harinya, kami bertiga pergi ke rumah Nenek yang berada di kota Bukittinggi, 3 jam dari Padang, kami berniat untuk tinggal disana sampai keadaan Padang benar-benar aman, karena kami masih trauma dengan getaran gempa. Ku pikir tinggal di rumah nenek mungkin sedikit aman. Kami benar-benar trauma dengan bencana ini. Dan ketika sekolah pun mulai berjalan seperti biasa, aku takut untuk masuk sekolah karena bangunan sekolah yang berlantai 4, aku takut ada gempa lagi, mau tidak mau aku harus sekolah. Dan hingga saat ini, 2 tahun sudah berlalu gempa Padang, tapi trauma itu masih ada. Kami berharap tidak ada lagi gempa seperti itu terjadi di Padang. Cukup hanya sekali, dan tidak mau terulang lagi.
ini sebagian foto-foto yang aku ambil dengan camera ponsel, ketika gempa mengguncang padang.
ini Bimbel QUANTUM
kost yang hancur
kak Eja dan kak Ami
aku :(
The Ambacang Hotel
Ruko 3 lantai, cuma tinggal 2 lantai,, lantai 1 nya mana???
Komentar
Posting Komentar